Data
Corruption Perceptions Index yang
dirilis oleh situs Transparency
Internasional 2013, bahwa Indonesia
masuk ranking ke-114 dari 177 negara yang "bebas korupsi" di dunia atau Indonesia menduduki peringkat 64 negara paling korup di dunia dan Indonesia
masuk dalam kategori Negara dengan skor dibawah 50 “high
corrupt” yaitu dengan nilai skor 32
dari skala 0 (sangat korup) sampai
100 (sangat bersih). Ini membuktikan bahwa Indonesia masih diramaikan oleh
para pelaku korupsi. Gurita korupsi di Indonesia menjadikan negeri ini telah
kehilangan wibawa. Korupsi sebagai ekstraordinary
crime atau kejahatan luar biasa tidak lagi menjadi hal yang tabu untuk
dilakukan, meskipun komisi pemberantasan korupsi terus berjuang untuk menindak
pelaku korupsi di Indonesia, namun masih tetap saja prilaku korupsi menjadi
tradisi bahkan seolah-olah didesain menjadi prior
program yang massif dan sistematis.
Konsekwensi
dari Negara korup adalah Negara itu akan menjadi Negara miskin, karena tingginya
tingkat korupsi memiliki korelasi positif dengan tingkat kemiskinan dan
pengangguran. Makin banyak orang yang melakukan tindakan korupsi di suatu
negara, tentu berkontribusi terhadap tingginya angka kemiskinan dan pengangguran
di Negera itu, karena ketika uang Negara terlalu banyak yang bocor, maka uang
untuk mengurangi angka kemiskinan tidak akan pernah tercapai. Benar apa yang
dikatakan oleh Ketua KPK Abraham Samad
yang dirilis oleh detiknews.com, bahwa korupsi merupakan kejahatan luar
biasa (ekstraordinary crime)
Secara
terminology korupsi merupakan tindakan fraud/
kecurangan. Mengutip hasil analisa Donald Ray Cressey, bahwa fraud/ kecurangan terjadi ketika seorang yang mendapatkan
kepercayaan dari orang lain, lalu kepercayaan itu disalahgunakan, atau
diistilahkan oleh Cressy sebagai trust
violator atau penyalah guna kepercayaan.
Di berbagai negara tentu telah terjadi perilaku curang atau trust violator itu, baik di sektor pemerintahan maupun perusahaan, termasuk di Indonesia. Di pemerintahan misalkan, ada uang rakyat
yang dipercayakan kepada penyelenggara Negara, kemudian diperusahaan ada dana
investor yang dipercayakan kepada manajer, maka dana itu akan berpotensi disalahgunakan
oleh pejabat korup. Lebih lanjut Cressy mengkalisifikasikan motivasi sesorang untuk
menyalahgunakan kepercayaan itu menjadi tiga atau disebut dengan fraud Triangle yaitu pressure (tekanan), Opportunity (kesempatan) dan Rationalization
(pembenaran). “Tekanan” bisa saja
datangnya dari diri masing-masing pelaku untuk sebuah ambisi kekusaan dan
kekayaan, dan bisa dari luar dirinya seperti tekanan dari atasannya.
“Kesempatan” itu timbul dari internal
control yang buruk dalam suatu organsisasi. “Pembenaran” biasanya dilakukan
sebagai pembenaran atas kecurangan yang dilakukannya, misalkan korupsi
dilakukannya karena kurangnya pendapatan yang diperoleh dari intansinya. Fraud Triangle ini terjadi juga di Indonesia, oknum penyelenggara
pemerintahan telah mempertontonkan tindakan ekstraordinary
crime tersebut dari hulu ke hilir, dari level yang paling atas ke level yang
paling bawah,dari pemerintahan pusat hingga daerah. Memberantas korupsi tentu
tidak cukup dengan hanya menindak para pelakunya saja, tetapi lebih dari itu,
yaitu melakukan tindakan preventif
dengan membangun sistem pengawasan yang lebih ketat, dan yang paling penting
sesungguhnya adalah pemimpin Negara harus memberikan tauladan deangan bertindak
jujur dalam pengelolaan kekayaan Negara.
Menurut
penulis, Fraud Triangle dalam
perspektif pelaku korupsi, bisa saja berasal dari penyelenggara pemerintah,
partai politik dan pengusaha. Penyelenggara pemerintah yang memiliki latar
belakang politisi sangat rentan melakukan tindakan korupsi, karena beberapa
faktor, antara lain adanya tekanan dari partai politik untuk manjadikan jabatan
startegisnya sebagai mesin uang (ATM) yang dengan leluasa menyahgunakan
wewenang untuk memperkaya diri dan partai politiknya. Sebagai contoh, bekangan
ini sedang marak terjadinya tindakan korupsi yang dilakukan oleh oknum penyelenggara
pemerintah seperti mantan menteri pemuda dan olahraga, mantan menteri agama, menteri
ESDM yang baru saja mengundurkan diri setalah
divonis sebagai tersangka oleh KPK karena terlibat kasus korupsi di
kementriannya masing-masing. Tentu perbuatan mereka telah merugikan Negara dan
rakyat, bahkan berpotensi memiskinkan negara. Hal ini mengindikasikan bahwa menteri
dari kalangan politisi akan sangat rawan terjadinya tindakan korupsi. Kasus
tersebut merupakan bagian dari sederatan kasus korupsi yang dilakukan oleh
oknum pejabat Negara yang berlatar belakang politisi atau pengurus partai
politik aktif dan merangkap sebagai pejabat Negara.
Motivasi
fraud dari kalangan oknum pejabat
Negara, bisa saja timbul dari tekanan internal diri pelaku untuk memperkaya
diri atau tekanan dari luar seperti pengusaha yang notabenenya sebagai penyumbang dan
partai politik sebagai kendaraan politiknya, sehingga tidak menutup kemungkinan
praktek korupsi/fraud kerap terjadi demi
memenuhi kepentingan partai dan pengusaha.
Modus klasik, misalkan ketika oknum penyelenggara pemerintah merumuskan
kebijakan terkait pelaksanaan proyek yang nilainya hingga triliyunan rupiah, maka
yang paling diprioritaskan sebagai pemenang tender adalah pengusaha yang
memiliki andil besar atas kepentingan parpol dan kader parpol yang duduk
sebagai pejabat Negara. Parpol, penyelenggara
pemerintah dan pengusaha adalah pihak yang berpotensi menjadi pelaku korupsi atau fraud triangle apabila mereka tidak
memiliki integritas moral tinggi. Dan yang paling berbahaya adalah ketika baju
idialisme sudah mulai ditanggalkan dan amanah rakyat mulai diabaikan.
Pemerintahan
SBY perlu diberikan apresiasi atas komitmen dan keberhasilannya dalam mengawali
pemberantasan korupsi di Indoensia, mulai dari pejabat-pejabat kementrian dan
anggota legislatif hingga pimpinan pemerintah daerah. Khususnya untuk KPK perlu
mendapatkan penghargaan yang tinggi atas kerja kerasnya mengungkap kejahatan
korupsi, meskipun masih banyak kasus-kasus korupsi yang masih belum diungkap.
Kita optimis bahwa bau “bangkai” korupsi yang tertutup rapat pasti akan tercium
juga, tinggal menunggu waktu saja. Pelaku korupsi, baik dari kalangan politisi,
pejabat pemerintah dan pengusaha secara bergiliran terus ditindak, namun apakah
“kandidat” pelaku korupsi yang lain akan merasa takut setelah melihat sesama
koruptornya ditindak, tentu jabawananya belum tentu, kalau sanksi hukum bagi
koruptor masih relatif ringan. Siapapun yang melakukan korupsi lebih besar 20 x
lipat dari hukuman yang diterimanya, maka pelaku korupsi tidak akan pernah
jera. Aturan mengenai sanksi bagi pelaku
korupsi, yaitu memiskinkan koruptor dan keluarganya adalah hal yang positif, sehingga
tindakan korupsi di Negeri ini akan menjadi hal yang menakutkan dan
menjijikkan.
Hemat
saya, pekerjaan rumah yang tidak begitu berat bagi pemerintahan jokowi-JK untuk
membersihkan mafia dan jaringan koruptor baik dilingkungan kementrian maupun lembaga
penegakan hukum, apabila ada komitmen dan keberanian. Bila perlu Presiden
terpilih Joko Widodo harus berani menyiapkan sejumlah peti mati bagi penyelenggara
pemerintah yang terbukti melakukan tindakan korupsi. Demikian juga dengan internal control system dalam penentuan dan pengelolaan
anggaran rakyat harus ditata kembali agar menjadi lebih baik sehingga tidak ada
celah bagi aparatur pemerintah untuk korupsi. Lembaga yang menangani tindakan korupsi
senantiasa diberikan perhatian khusus, terkait jumlah sumber daya manusia yang
akan menangani ribuan kasus yang masih belum terselesaikan, dan perlu adanya
lembaga KPK perwakilan di setiap daerah yang khusus menangani kasus korupsi di
daerah, sehingga sekian banyak kasus di daerah dapat tertangani dengan optimal.
Dengan demikian, lembaga KPK yang ada di pusat memiliki konsentrasi penuh
menangani kasus korupsi yang lebih besar di pusat.
Perlu mengoptimalkan
kerja PPATK untuk menjadi alat kontrol terhadap transaksi keuangan pejebat
Negara yang mencurigakan melalui
kerjasama dengan pihak perbankan, bila perlu PPATK membuat regulasi agar setiap
pejabat Negara dan anggota legislatif secara rutin melaporkan harta
kekayaannya. Sebagai akhir dari tulisan ini, kami memiliki secercah harap kepada
pemerintahan Jokowi-JK agar menjalankan pemerintahannya dengan bersih dan berharap
korupsi dapat segera tercerabut dari Negeri ini.
0 komentar:
Posting Komentar