RENUNGAN

Tujuan Hidup Sesungguhnya adalah mengabdi kepada-NYA

RUBRIK PENGETAHUAN

Biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau masa yang akan datang bagi organisasi

Selasa, 23 September 2014

“PENDIDIKAN ANTI KORUPSI ; IKHTIAR PERGURUAN TINGGI MELAWAN KORUPSI” (TULISAN INI TELAH DIRILIS OLEH HARIAN LOMBOK POST 24 SEPTEMBER 2014)


Ada sebuah anomali yang terjadi pada penyelenggaran pendidikan tinggi di Negeri ini. Makin banyak  sarjana yang dilahirkan oleh perguruan tinggi, makin banyak pula jumlah koruptor, terbukti dengan pelaku tindakan korupsi yang telah dijadikan tersangka oleh KPK, baik dari kalangan pejabat negara, politisi dan pengusaha adalah orang pintar dan lulusan dari beberapa perguruan tinggi, sebagimana dikatakan oleh Mantan ketua MK Mahfud MD yang dirilis oleh situs kampus.okezone.com tahun 2012 yang lalu, bahwa “Sembilan puluh lima persen koruptor itu lulusan perguruan tinggi, Ini terjadi karena dunia pendidikan di Indonesia sekarang mengalami disorientasi”. Oleh karena itu, tidak berlebihan kalau penulis mengatakan bahwa perguruan tinggi juga bertanggung jawab atas anomali itu. Konsekwensinya, perguruan tinggi dituntut berperan aktif melakukan pencegahan terhadap menjamurnya jumlah koruptor di negeri ini.
Pendidikan karakter yang belakangan ini diterapkan baik oleh perguruan tinggi maupun sekolah menengah masih belum dapat membuka wawasan peserta didik tentang korupsi dalam arti yang sesungguhnya. Korupsi dan dampak massifnya belum dipahami secara komprehensif oleh peserta didik kita dan masyarakat pada umumnya, maka jangan heran ketika seseorang dijadikan sebagai tersangka akibat tindakan pemberian hadiah kepada pejabat Negara, ternyata tidak dianggap sebagai korupsi oleh yang bersangkutan, padahal perbuatannya merupakan tindakan korupsi dengan jenis gratifikasi, sebagaimana diatur dalam UU Pemberantasan tindak pidana korupsi No 31 tahun 1999  jo. UU No 20 tahun 2001 pasal 12B  ayat (1 ) dalam penjelasannya yang menyatakan bahwa  “Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, meliputi pemberian uang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya”. Modus gratifikasi ini paling sering terjadi di negeri ini dengan alasan untuk membina hubungan silaturrahim dengan para pejabat, sehingga ketika ada kepentingan yang ada sangkut pautnya dengan wewenang pejabat tersebut, maka kepentingannya akan segera terpenuhi, meskipun tidak melalui prosedur yang legal. Modus yang demikian dapat terjadi karena pengetahuan masyarakat dan pejabat kita masih rendah dalam memaknai korupsi dalam artian yang lebih luas, begitu juga dengan mental dan karakter sebagian pejabat dan masyarakat kita masih tergolong rapuh, serta kultur birokrasi kita masih memungkinkan terjadinya tindakan korupsi. Dengan demikian,  pendidikan anti korupsi dengan menekankan pada domain konitif, afektif dan dan psikomotorik, sangatlah penting untuk diterapkan sebagai ikhtiar pemberantasan korupsi di Indonesaia
Pemberantasan korupsi dapat dilakukan dengan “menindak” pelaku korupsi dan ”mencegah” agar tidak terjadinya praktek kecurangan/korupsi. Penindakan terhadap pelaku korupsi adalah tugas penegak hukum, dan itu telah dilakukan oleh KPK, kejaksaan dan kepolisian, sedangkan yang menjadi ranah perguruan tinggi adalah melakukan pencegahan terhadap praktek korupsi melalui pendidikan anti korupsi.  Tindakan pencegahan inilah yang masih belum optimal dilakukan oleh lembaga pendidikan tinggi, sehingga banyak perguruan tinggi hanya melahirkan sarjana yang pintar tapi kurang berintegritas. Komitmen perguruan tinggi untuk mengambil peran dalam pencegahan korupsi adalah hal yang niscaya, sebab kalau itu tidak dilakukan, maka upaya mengurangi jumlah jumlah koruptor tidak dapat berhasil secara signifikan, meskipun penindakan korupsi yang dilakukan oleh penegak hukum terus dilakukan.
Tanpa dipungkiri bahwa ada anomali dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, makin banyak pelaku korupsi yang ditindak, makin banyak pula para koruptor yang bermunculan, seperti kata pepatah “hilang satu tumbuh seribu”. Anomali ini terjadi, diduga karena dua hal, pertama karena hukuman yang diberikan kepada koruptor masih belum maksimal/masih “setengah hati”, sehingga tidak memberikan efek jera, dan kedua belum ada komitmen bersama untuk memerangi korupsi melalui tindakan pencegahan (preventif). Oleh karena itu, pencegahan terhadap tindakan korupsi harus dijadikan sebagai bagian yang tidak dipisahkan dari upaya pemberantasan korupsi. Pendidikan anti korupsi harus dijadikan sebagai agenda nasional dan wajib diterapkan di sekolah dan perguruan tinggi, apabila kita semua menginginkan tercerabutnya akar korupsi di Indonesia. Korupsi adalah kejahatan yang luar biasa (ekstra ordinary crime), maka kejahatan yang luar biasa harus diatasi dengan cara dan strategi yang luar biasa. Keseriusan setiap komponen masyarakat dan pemerintah, khususnya perguruan tinggi dalam menghadang gerakan massif “virus” korupsi sangat diperlukan. Menjalarnya “virus” korupsi dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat kita, telah memberikan efek yang luar biasa terhadap rapuhnya karakter bangsa. Karakter bangsa yang rapuh tentu akan menyebabkan bangsa ini tidak memiliki kekuatan lagi untuk menjadi bangsa yang maju, berwibawa dan bermartabat. Hal inilah yang perlu diwaspadai, jangan sampai “virus” korupsi ini akan melumpuhkan bangsa ini secara perlahan-lahan.
Upaya pemberantasan korupsi telah dilakukan sejak lama oleh pemerintah, baik dengan cara membuat berbagai regulasi perundang-undangan, maupun dengan mendirikan berbagai institusi pemberantasan korupsi, namun masih saja belum menunjukkan tanda-tanda bahwa korupsi kian berkurang. Regulasi dan lembaga formal pemberantasan korupsi saja tidak cukup untuk mengurangi praktek korupsi di Negeri ini, perlu adanya komitmen bersama dari setiap komponen bangsa untuk melakukan pencegahan terjadinya korupsi. Terlebih perguruan tinggi, senantiasa melakukan gerakan anti korupsi dalam bentuk “pendidikan anti korupsi” dan menjadikan gerakan ini sebagai program prioritas dalam pelaksanan tri dharma perguruan tinggi.
Menurut penulis, pendidikan anti korupsi adalah wujud kongkrit gerakan anti korupsi yang dapat dilakukan oleh perguruan tinggi. Gerakan ini tidak hanya untuk memberikan pemahaman yang utuh kepada mahasiswa dan civitas akademika terkait korupsi dan cara pencegahannya, tetapi lebih dari itu, yaitu menginternalisasikan nilai-nilai dan prinsip anti korupsi pada diri civitas akademika, dan mengeksternalisasikannya dalam kehidupan kampus sehingga kultur perguruan tinggi yang berkarakter dan berintegritas dapat terwujud. Pendidikan anti korupsi dapat dilakukan melalui berbagai bentuk, antara lain : Pertama, merumuskan kembali visi dan misi perguruan tinggi yang lebih mengarah pada pembentukan karakter mahasiswa sebagai komitmen civitas kademika dan stakeholder dalam upaya pemberantasan korupsi. Kedua, Mamasukkan matakuliah pendidikan anti korupsi pada kurikulum perguruan tinggi. Ketiga, bersama-sama dengan mahasiswa, staf dan dosen melakukan kampanye anti korupsi secara intensif dan berkelanjutan di lingkungan kampus dalam bentuk aksi, seminar, training dan diskusi informal. Keempat, menjalin koordinasi dengan lembaga mahasiswa baik eksternal maupun internal kampus, agar program kegiatannya berorientasikan anti korupsi. Kelima, mengintensifkan peran pengampu mata kuliah agama dalam melakukan mentor dan dakwahnya bertemakan anti korupsi. Keenam, melakukan pembiasaan untuk tidak melakukan tindakan “mencontek” dan “plagiarism” bagi mahasiswa dan dosen.
Berbagai ikhtiar yang telah dilakukan pemerintah untuk mendorong komponen bangsa termasuk perguruan tinggi, untuk memerangi korupsi secara massif dan sistematis.  Menyangkut hal demikian, perlu diberikan apresiasi dan penghargaan kepada Ditjen Dikti Kemendikbud dan KPK yang telah memfasilitasi perguruan tinggi untuk membuat buku ajar yang berisi materi dasar mata kuliah Pendidikan Anti-Korupsi bagi mahasiswa, dan secara berkelanjutan Ditjen Dikti dan KPK telah menyelenggarakan pelatihan bagi para dosen (ToT) pengampu  mata kuliah Pendididikan anti korupsi. Kita berharap adanya komitmen pemerintahan Jokowi-JK untuk meneruskan program mulia ini, sebagai ikhtiar suci memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya.  Sebagai akhir dari tulisan ini, kita yakin dan optimis bahwa “Revolusi mental” yang dicanangkan oleh presiden terpilih Joko Widodo akan memberikan “angin segar” dan “amunisi” dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar