Secara umum terdapat beberapa pola yang digunakan dalam mengelola laba,
yaitu : Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi, Mengubah metode akuntansi, dan Menggeser periode biaya atau
pendapatan.
Artikel ini merupakan penelitian literatur dan terbatas pada praktek manipulasi
keuntungan dengan memanfaatkan peluang dalam membuat estimasi akuntansi, antara
lain : Estimasi tingkat piutang tak tertagih. Hasil kajian
literatur, bahwasanya mengatur estimasi akuntansi dengan tujuan
manajemen laba akan menunjukkan tingkat
kualitas laporan keuangan yang rendah dan tidak
menunjukkan nilai piutang bersih yang sesungguhnya, sehingga tidak dapat
dijadikan rujukan yang membuat keputusan yang tepat dan akurat, baik oleh
internal maupun ekternal perusahaan. Artikel ini memiliki keterbatasan kajian,
yaitu tidak secara holistik menggambarkan bagaimana praktek manajemen laba
melalui estimasi akuntansi, karena tidak menyinggung estimasi estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak
berwujud dan
biaya garansi.
Kata
Kunci: Pengelolaan laba, estimasi piutang tidak tertagih, keuntungan semu
Pengantar
Pada
dasarnya Laporan Rugi Laba, disusun untuk menyajikan tingkat keuntungan atau
kerugian (Profitabilitas) suatu
perusahaan dengan menandingkan akun pendapatan dan biaya, sehingga pengambil
keputusan dalam hal ini pihak internal maupun eksternal perusahaan dapat
membuat suatu keputusan yang benar. Dengan demikian, laporan rugi laba berperan
penting dalam mendiskripsikan kinerja keuangan suatu perusahaan. Keberhasilan
suatu perusahan dapat diukur dari tingkat keuntungan yang tergambarkan pada
laporan Rugi Laba (Income Statement).
Isyu yang berkembang saat ini dan banyak menyita perhatian semua pihak adalah
tindakan manajemen dalam megelola laba dengan tujuan memperoleh keuntungan
pribadi. Berbagai macam teknik yang digunakan dalam menyusun laporan rugi laba
yang “terkesan” laba tinggi. Salah satu teknik yang digunakan dalam mengelola
laba adalah dengan melakukan penyesuaian terhadap estimasi akuntansi, seperti
penyesuaian atas estimasi piutang tidak tertagi. Dua motivasi utama para manajer melakukan
manajemen laba, yaitu tujuan oportunis dan informasi (signaling) kepada
investor. Tujuan oportunis mungkin dapat merugikan pemakai laporan keuangan
karena informasi yang disampaikan manajemen menjadi tidak akurat dan juga tidak
menggambarkan nilai fundamental perusahaan. Sikap oportunis ini dinilai sebagai
sikap curang manajemen perusahaan yang diimplikasikan dalam laporan keuangannya
pada saat menghadapi intertemporal choice (Kondisi yang memaksa
eksekutif tersebut menggunakan keputusan tertentu dalam melaporkan kinerja yang
menguntungkan bagi dirinya sendiri ketika menghadapi situasi tertentu). Sikap
curang tersebut didefinisikan sebagai satu atau lebih tindakan yang disengaja
dan didesain untuk menipu orang lain sehingga menyebabkan hilangnya kekayaan
(Beneish 2001). Tujuan informatif (signaling) kemungkinan besar membawa
dampak yang baik bagi pemakai laporan keuangan. Manajer berusaha
menginformasikan kesempatan yang dapat diraih oleh perusahaan
di masa yang akan datang. Sebagai contoh, karena manajer sangat erat kaitanya
dengan keputusan yang berhubungan dengan aktivitas investasi maupun operasi
perusahaan, otomatis para manajer memiliki informasi yang lebih baik mengenai
prospek perusahaan masa datang. Oleh karena itu, manajer dapat mengestimasi
secara baik laba masa datang dan diinformasikan kepada investor atau pemakai
laporan keuangan lainya. Manajer dapat menggunakan diskresi akrual untuk
merefleksikan kinerja perusahaan tersebut melalui laporan laba (Gul et al.
2003).
Dalam artikel ini,
penulis mengkaji bagaimana pengelolaan
laba dilakukan dengan memanfaatkan peluang estimasi kerugian piutang dan
bagaimana implikasinya terhadap kualitas laporan keuangan. Artikel ini juga
mendiskripsikan beberapa metode akuntansi piutang tidak tertagih. Penulisan artikel didasari dari hasil penelitian literatur dan kasus yang terdapat
dalam artikel ini merupakan ilustrasi yang dibuat oleh penulis untuk memudahkan
pembaca dalam memahami isi artikel.
Manajemen laba dalam berbagai
Perspektif.
Schipper (1989) dalam Widodo Lo
(2005) mendefinisikan manajemen laba sebagai intervensi atau campur tangan
dengan maksud tertentu terhadap proses penyusunan pelaporan keuangan eksternal
dengan tujuan untuk memaksimalkan keuntungan pribadi. Lebih lanjut National Association of Certified
Fraud Examimers dalam Sulistyanto (2008), mendefinisikan manajemen laba sebagai
kesalahan atau kelalaian yang disengaja dalam membuat laporan mengenai fakta
material atau data akuntansi sehingga menyesatkan ketika semua informasi itu
dipakai untuk membuat pertimbangan yang akhirnya akan menyebabkan orang yang
membacanya akan mengganti atau mengubah pendapat atau keputusannya. sedangkan
menurut Fisher dan
Rosenzweig (1989) dalam Sulistyanto (2008), bahwasanya manajemen laba adalah
tindakan-tindakan manajer untuk menaikkan (menurunkan) laba periode berjalan
dari sebuah perusahaan yang dikelolanya tanpa menyebabkan kenaikan (penurunan)
keuntungan ekonomi perusahaan jangka panjang. Lewitt (1998) dalam Sulistyanto (2008),
menyatakan bahwa manajemen laba adalah fleksibilitas akuntansi untuk
menyetarafkan diri dengan inovasi bisnis. Penyalahgunaan laba ketika publik
memanfaatkan hasilnya. Penipuan mengaburkan volatilitas keuangan sesungguhnya.
Itu semua dilakukan untuk menutupi konsekuensi dari keputusan- keputusan
manajer. Sementara itu
Healy dan Wahlen (1999 ) mengatakan bahwa manajemen laba muncul ketika manajer
menggunakan keputusan tertentu dalam pelaporan keuangan dan mengubah transaksi
untuk mengubah laporan keuangan untuk menyesatkan stakeholder yang ingin
mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi
hasil kotrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporkan itu.
Penglolaan laba dapat dilakukakan dengan
beberapa Teknik. Menurut Setiawati dan Na’im (2001) dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu
: 1) Memanfaatkan
peluang untuk membuat estimasi akuntansi. Melalui teknik tersebut, manajemen mempengaruhi laba melalui judgment
(perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat
piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau
amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain. 2) Mengubah metode
akuntansi. Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat
suatu transaksi, contoh : merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode
depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus. 3) Menggeser periode biaya
atau pendapat, sebagai contoh : mempercepat/menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai
pada periode akuntansi berikutnya, mempercepat/ menunda pengeluaran promosi
sampai periode berikutnya, mempercepat/menunda pengiriman produk ke pelanggan,
mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak dipakai.
Healy (1985) menyatakan bahwa ada dua pendekatan
yang dapat digunakan untuk mendeteksi perilaku manajemen me-manage laba. Pertama, mengontrol jenis akrual, dimana akrual secara luas
didefinisikan sebagai porsi item penerimaan dan pengeluaran (revenue and expenses) pada laporan
laba-rugi yang tidak direpresentasikan oleh arus kas; dan kedua, perubahan kebijakan akuntansi. Selanjutnya, Healy (1985) menyatakan
bahwa akrual diskresi digunakan sebagai proxy
total akrual. Asumsi yang digunakan adalah akrual non-diskresi relatif kecil
terhadap akrual diskresi, sehingga total akrual tinggi mengandung akrual
diskresi tinggi Lebih lanjut Healy (1985) menjelaskan bahwa pengelolaan laba melalui kebijakan akrual dapat dideteksi dari
empat items akrual yaitu: biaya amortisasi, peningkatan net accounts receivable, peningkatan inventory, dan penurunan accounts payble and accrual liabilities.
Biaya amortisasi merupakan akrual non-diskresi, diasumsikan bahwa kebijakan
mengenai amortisasi adalah given.
Peningkatan piutang dagang diasumsikan berasal dari penurunan cadangan piutang (allowance
for doubtful account) yang merupakan hasil dari estimasi yang kurang
konservatif. Hal ini merupakan akrual diskresi, karena manajemen secara
fleksibel dapat mengendalikan jumlah cadangan
piutang tersebut; atau karena kebijakan kredit dan pencatatan saldo piutang
pada awal dan akhir periode. Namun, jika peningkatan piutang disebabkan oleh peningkatan
volume bisnis, maka akrual tersebut merupakan akrual non-diskresi
Beradasarkan
uraian di atas, penulis menyoroti estimasi piutang tidak tertagih dan
pengelolaan laba sebagai isyu utama
dalam artikel ini, sebab praktek pengelolaan
laba melalui penyesuaian estimasi piutang tidak tertagih yang dilakukan
oleh perusahaan perkreditan merupakan
isyu yang menarik untuk dikaji. Teknik pengelolaan laba seperti ini adalah
peluang emas bagi perusahaan perkreditan seperti BPR, Perusahaan pembiayaan dan
Perusahaan yang bergerak di bidang penjualan secara kredit untuk menaikkan laba
dan menurunkan laba dengan tujuan tertentu.
Metode Akuntansi Piutang Tidak Tertagih
Menurut (Kieso, 2007) ada 2 metode untuk mengakui piutang
tak tertagih, yaitu :
1.
Metode Penghapusan Langsung (Direct Write-Off Method)
Dengan
metode ini, piutang tak tertagih diakui dan langsung dihapus (write-off) pada saat piutang dianggap sudah tidak bisa ditagih
lagi. Pengakuan dilakukan dengan cara mengkredit akun ‘Piutang Dagang’ dan mendebit
akun ‘Biaya Piutang Tak Tertagih’ di sisi lainnya (Kieso, 2007)
2.
Metode Pencadangan Piutang Tak Tertagih (Bad Debt Allowance Method) .
Prinsip kesesuaian
(matching principle) memandatkan agar setiap biaya dapat dihubungkan langsung
dengan pendapatannya. Sehingga, idealnya, biaya piutang tak tertagih mestinya
juga dibebankan di periode yang sama saat pendapatan diakui. Namun pada kenyataannya
sulit sekali mengetahui pasti berapa besar piutang tidak tertagih. Denagan
demikian untuk memudahkan perusahaan memprediksi piutang tidak tertagih maka
perusahaan senantiasa membuat ‘Cadangan Piutang Tak Tertagih’.
3.
Metode Pencadangan Piutang Tak Tertagih (Bad Debt Allowance Method)
Ada dua pendekatan yang direkomendasikan oleh Akuntansi yang berlaku umum untuk menentukan besarnya cadangan piutang tak
tertagih. Pertama, dengan menggunakan persentase yang diberlakukan secara tetap
untuk setiap periode-nya (metode persentase penjualan). Kedua, dengan melaporkan nilai
realisasi bersih piutang dalam neraca. (Kieso, 2007)
Pendekatan Persentase Penjualan
Dalam menggunakan metode ini, perusahaan menetapkan
besarnya persentase yang akan digunakan dalam perhitungan. Besarnya persentase
ditentukan berdasarkan pengalaman perusahaan di periode-peride sebelumnya. Menentukan berapa
besar persentase kerugian piutang, perusahaan juga dapat melakukan benchmarking, artinya perusahaan
membandingkan datanya dengan perusahaan-perusahaan sejenis.
Pendekatan
Persentase Piutang
Berdasarkan
pengalaman masa lalu, perusahaan dapat mengestimasikan persentase piutang yang
tidak akan dapat tertagih, tanpa mengidentifikasi piutang tertentu.
prosedur ini memberikan tingkat akurasi
yang tinggi menyangkut nilai piutang yang dapat direalisasikan tetapi
kelemahannya adalah tidak sesuai dengan prinsip penandingan biaya dan
pendapatan. Jika
menggunakan metode ini, maka perusahaan perlu membuat skedul/analisa umur piutang (Kieso, 2007).
Pengelolaan Laba melalui Estimasi Piutang Tak
Tertagih dan Implikasi terhadap kualitas laporan keuangan.
Pengelolaan
laba yang dilakukan oleh sebagian manajer perusahaan yaitu dengan memperkecil
nilai piutang tidak tertagih, meskipun pada dasarnya perusahaan tersebut
memiliki nilai piutang yang kemungkinan
besar tidak dapat tertagih, namun
manajer bertindak tidak kooperatif dan sengaja menggelembungkan laba. Sebagai
ilustrasi : Suatu perusahaan mengajukan pinjaman ke Bank (Kreditor), kemudian pihak bank meminta laporan keuangan. Dalam
neraca perusahaan terdapat saldo akun Piutang Dagang sebesar Rp. 500.000.000,
maka Bank berasumsi bahwa perusahaan memiliki tagihan sebesar Rp. 500.000.000
kepada pihal luar yang dalam waktu dekat dapat ditagih. kemudian atas dasar
itu, bank memberikan pinjam sebesar Rp. 400.000.000, padahal kenyataannya hanya
Rp. 300.000.000 dari jumlah piutang dagang yang sesungguhnya dapat ditagih.
Sedangkan sisanya tidak dapat ditagih, dikarenakan usia piutang sudah melebihi
masa jatuh tempo, bahkan pelanggan tidak dapat dihubungi untuk ditagih.
tindakan manajer tersebut dapat mendistorsi laporan laba rugi, sehingga yang
nampak dalam laporan laba rugi adalah keuntungan “semu” yang tidak sesuai
dengan kenyataanya. Demikian juga distorsi terhadap laporan neraca terjadi,
sebab nilai piutang yang dilaporkan dalam neraca tidak mencerminkan nilai
realisasi bersih piutang yang sesungguhnya. Dengan demikian praktek seperti itu
akan dapat menurunkan kualitas laporan keuangan. Dan pada gilirannya perusahaan
yang terbukti melakukan tindakan tersebut akan menurunkan kepercayaan investor
atau kreditur terhadap perusahaan tersebut.
Menurut
penulis, praktek pengelolaan laba
melalui penyesuaian estimasi piutang tak tertagih seyogyanya dihindari apabila
perusahaan menginginkan laporan
keuangannya handal, berkualitas dan
dapat dijadikan rujukan dalam pengambilan keputusan yang tepat dan akurat.
Untuk mewujudkan laporan keuangan yang berkualitas, penulis menyarankan agar
perusahaan senantiasa menggunakan metode analisa umur piutang/persentase
piutang dalam menetapkan cadangan kerugian piutang sehingga nilai piutang dalam
dalam neraca menunjukkan nilai yang sesungguhnya demikian juga tingkat
keuntungan yang dilaporkan dalam laporan laba rugi mencerminkan laba yang
sesungguhnya, karena metode tersebut dalam penentuan beban piutang tidak
tertagih memerlukan pertimbangan yang mendalam dan penuh kehati-hatian sehingga
kecendrungan manajer untuk mengistimasi kerugian piutang untuk tujuan
kepentingan pribadi dapat di dihindari. Berbeda dengan metode persentase
penjualan, metode tersebut telah memberikan peluang kepada manajer untuk
meminimalkan persentase estimasi kerugian piutang dengan tujuan meningkatkan
laba, tanpa memperhitungkan dampak negatif yang akan terjadi terhadap
keberlangsungan perusahaan. Metode persentase piutang akan menghasilkan
penilaian piutang yang lebih akurat dalam neraca.
Simpulan
Berdasarkan uraian tersebut, Pengelolaan laba melalui penyesuaian atas estimasi kerugian piutang yang
tidak proporsional maka akan berimplikasi pada laporan laba rugi yang mencerminkan keuntungan “semu”, begitu
juga dengan nilai bersih piutang yang disajikan dalam neraca akan menunjukkan
besaran piutang yang tidak sesungguhnya atau akan menghasilkan penilaian
piutang yang tidak akurat.
Pengelolaan laba
yang dilakukan oleh sebagian manajer perusahaan yaitu dengan memperkecil nilai
piutang tidak tertagih, meskipun pada dasarnya perusahaan tersebut memiliki
nilai piutang yang kemungkinan
besar tidak dapat tertagih, namun
manajer bertindak tidak kooperatif dan sengaja menggelembungkan laba, maka
tindakan yang demikian akan
memberikan dampak negatif terhadap
kualitas laporan keuangan
perusahaan. Dan pada gilirannya akan menurunkan kepercayaan investor maupun
kreditur untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut.
Sebagai akhir dari artikel ini, penulis
menyimpulkan bahwa pengelolaan laba dengan menyesuaikan estimasi akuntansi
khususnya estimasi piutang tidak tertagih, tidak dapat menggambarkan tingkat
keuntungan dan nilai piutang yang sesungguhnya. Oleh karena itu, penulis
menyarankan perusahaan senantiasa menggunakan metode analisa umur piutang/persentase
piutang dalam menetapkan cadangan kerugian piutang dengan harapan pengelolaan
laba melalui estimasi piutang dapat diminimalisir, karena metode tersebut dalam
penentuan beban piutang tidak tertagih memerlukan pertimbangan yang mendalam
dan penuh kehati-hatian, sehingga kecendrungan untuk memanipulasi keuntungan
tidak terjadi.
Artikel ini memiliki keterbatasan kajian, yaitu
tidak secara holistik menggambarkan bagaimana praktek manajemen laba melalui
estimasi akuntansi, karena tidak menyinggung estimasi estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak
berwujud dan biaya garansi. Artikel ini juga belum bisa
menjawab berapa besar pengaruh pengelolaan laba melalui estimasi kerugian
piutang terhadap kualitas laporan keuangan. Oleh sebab itu perlu adanya kajian
lebih lanjut untuk memberikan gambaran secara utuh bagaimana praktek manajemen laba melalui estimasi
akuntansi. Penulis juga berharap ada penelitian selanjtnya untuk mendaptkan
bukti empiris berapa besar pengaruh pengelolan laba melalui estimasi kerugiatan piutang terhadap kualitas laporan
keuangan dan bagaimana pengaruhnya juga terhadap keputusan investor dan kreditur dalam pengambilan keputusan.
DAFTAR PUSTAKA
Beneish,
M. D. 1997. Detecting GAAP Violation: Implications for Assessing Earnings
Management Among Firms with Extreme Financial Performance. Journal of
Accounting and Public Policy 16: 271-309.
Beneish,
M.D. 2001. Earnings Management: A Perspective. Kelley
School of Business, Indiana University.
Efraim, F.G. 2000. Teori Akuntansi Keuangan I, Serial, Soal, dan Solusi. STIE YKPN
Gul, F.A.,
Leung, S., and Srinidhi, B. 2003. Informative and
Opportunistic Earning Manage Some Evidence on the Role of IOS, Department
of Accountancy, City University of Hongkong.
Gumanti,
T.A. 2000. Earnings Management: Suatu Telaah Pustaka, Jurnal Akuntansi dan
Keuangan, Vol.2 No.2 (104-115).
Habib, A.
2004. Impact of Earnings Management on
Value-Relevance of Accounting Information: Empirical Evidence from Japan, Managerial Finance 30 (11).
Halim, Abdul. 2003. Akuntansi
Keuangan Menengah, BPFE, Yogyakarta
Healy, P.M. 1985. The Effect of Bonus Schemes on
Accounting Decisions. Journal of
Accounting & Economics,
April: 85 – 107.
Healy, Paul M. and
J.M. Wahlen. 1999. A Review Of The Earnings Management Literature And Its
Implications For Standard Setting. Accounting Horizons 13, 365-383.
Kusuma,
Hendri. 2007. Dampak Manajemen Laba terhadap Relevansi Informasi Akuntansi: Bukti
Empiris dari Indonesia. Jurnal Ekonomi
Akuntansi, Petra University
Schipper,
K. 1989. Commentary on Earnings Management. Accounting Horizons 3: 91-102.
Sulistyanto, Sri. 2008. Manajemen Laba, Teori dan Model Empiris.
PT. Grasindo. Jakarta.
Terry & Kieso, Alih Bahasa Emil Salim .2008. Akuntansi Intermediate, Edisi
XII, Jilid ke 1. Penerbit Erlangga
Widodo Lo, Eko. 2005. Penjelasan Teori
Prospek Terhadap Manajemen Laba. Jurnal
Akuntansi dan Manajemen. Vol. XVI. No. 1. April. STIE YKPN. Yogyakarta.
Setiawati, L dan Na`im A. 2000.
Manajemen Laba, Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia, Vol. 15 No. 4, Hal : 424 – 441.