RENUNGAN

Tujuan Hidup Sesungguhnya adalah mengabdi kepada-NYA

RUBRIK PENGETAHUAN

Biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau masa yang akan datang bagi organisasi

Rabu, 03 Juli 2013

Pengelolaan Laba melalui Judgment atas Estimasi Piutang Tidak Tertagih dan Implikasinya terhadap kualitas Laporan Keuangan


Secara umum terdapat beberapa pola yang digunakan dalam mengelola laba, yaitu : Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi, Mengubah metode akuntansi, dan Menggeser periode biaya atau pendapatan. Artikel ini merupakan penelitian literatur dan terbatas pada praktek manipulasi keuntungan dengan memanfaatkan peluang dalam membuat estimasi akuntansi, antara lain : Estimasi tingkat piutang tak tertagih. Hasil kajian literatur, bahwasanya mengatur estimasi akuntansi dengan tujuan manajemen laba akan menunjukkan tingkat kualitas laporan keuangan yang rendah  dan tidak menunjukkan nilai piutang bersih yang sesungguhnya, sehingga tidak dapat dijadikan rujukan yang membuat keputusan yang tepat dan akurat, baik oleh internal maupun ekternal perusahaan. Artikel ini memiliki keterbatasan kajian, yaitu tidak secara holistik menggambarkan bagaimana praktek manajemen laba melalui estimasi akuntansi, karena tidak menyinggung estimasi estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud dan biaya garansi.

Kata Kunci: Pengelolaan laba, estimasi piutang tidak tertagih, keuntungan semu


Pengantar
Pada dasarnya Laporan Rugi Laba, disusun untuk menyajikan tingkat keuntungan atau kerugian (Profitabilitas) suatu perusahaan dengan menandingkan akun pendapatan dan biaya, sehingga pengambil keputusan dalam hal ini pihak internal maupun eksternal perusahaan dapat membuat suatu keputusan yang benar. Dengan demikian, laporan rugi laba berperan penting dalam mendiskripsikan kinerja keuangan suatu perusahaan. Keberhasilan suatu perusahan dapat diukur dari tingkat keuntungan yang tergambarkan pada laporan Rugi Laba (Income Statement). Isyu yang berkembang saat ini dan banyak menyita perhatian semua pihak adalah tindakan manajemen dalam megelola laba dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi. Berbagai macam teknik yang digunakan dalam menyusun laporan rugi laba yang “terkesan” laba tinggi. Salah satu teknik yang digunakan dalam mengelola laba adalah dengan melakukan penyesuaian terhadap estimasi akuntansi, seperti penyesuaian atas estimasi piutang tidak tertagi.  Dua motivasi utama para manajer melakukan manajemen laba, yaitu tujuan oportunis dan informasi (signaling) kepada investor. Tujuan oportunis mungkin dapat merugikan pemakai laporan keuangan karena informasi yang disampaikan manajemen menjadi tidak akurat dan juga tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan. Sikap oportunis ini dinilai sebagai sikap curang manajemen perusahaan yang diimplikasikan dalam laporan keuangannya pada saat menghadapi intertemporal choice (Kondisi yang memaksa eksekutif tersebut menggunakan keputusan tertentu dalam melaporkan kinerja yang menguntungkan bagi dirinya sendiri ketika menghadapi situasi tertentu). Sikap curang tersebut didefinisikan sebagai satu atau lebih tindakan yang disengaja dan didesain untuk menipu orang lain sehingga menyebabkan hilangnya kekayaan (Beneish 2001). Tujuan informatif (signaling) kemungkinan besar membawa dampak yang baik bagi pemakai laporan keuangan. Manajer berusaha menginformasikan kesempatan yang dapat diraih oleh perusahaan di masa yang akan datang. Sebagai contoh, karena manajer sangat erat kaitanya dengan keputusan yang berhubungan dengan aktivitas investasi maupun operasi perusahaan, otomatis para manajer memiliki informasi yang lebih baik mengenai prospek perusahaan masa datang. Oleh karena itu, manajer dapat mengestimasi secara baik laba masa datang dan diinformasikan kepada investor atau pemakai laporan keuangan lainya. Manajer dapat menggunakan diskresi akrual untuk merefleksikan kinerja perusahaan tersebut melalui laporan laba (Gul et al. 2003).
Dalam artikel ini, penulis  mengkaji bagaimana pengelolaan laba dilakukan dengan memanfaatkan peluang estimasi kerugian piutang dan bagaimana implikasinya terhadap kualitas laporan keuangan. Artikel ini juga mendiskripsikan beberapa metode akuntansi piutang tidak tertagih. Penulisan artikel  didasari dari hasil  penelitian literatur dan kasus yang terdapat dalam artikel ini merupakan ilustrasi yang dibuat oleh penulis untuk memudahkan pembaca dalam memahami isi artikel.



Manajemen laba dalam berbagai Perspektif.
Schipper (1989) dalam Widodo Lo (2005) mendefinisikan manajemen laba sebagai intervensi atau campur tangan dengan maksud tertentu terhadap proses penyusunan pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk memaksimalkan keuntungan pribadi. Lebih lanjut National Association of Certified Fraud Examimers dalam Sulistyanto (2008), mendefinisikan manajemen laba sebagai kesalahan atau kelalaian yang disengaja dalam membuat laporan mengenai fakta material atau data akuntansi sehingga menyesatkan ketika semua informasi itu dipakai untuk membuat pertimbangan yang akhirnya akan menyebabkan orang yang membacanya akan mengganti atau mengubah pendapat atau keputusannya. sedangkan menurut Fisher dan Rosenzweig (1989) dalam Sulistyanto (2008), bahwasanya manajemen laba adalah tindakan-tindakan manajer untuk menaikkan (menurunkan) laba periode berjalan dari sebuah perusahaan yang dikelolanya tanpa menyebabkan kenaikan (penurunan) keuntungan ekonomi perusahaan jangka panjang. Lewitt (1998) dalam Sulistyanto (2008), menyatakan bahwa manajemen laba adalah fleksibilitas akuntansi untuk menyetarafkan diri dengan inovasi bisnis. Penyalahgunaan laba ketika publik memanfaatkan hasilnya. Penipuan mengaburkan volatilitas keuangan sesungguhnya. Itu semua dilakukan untuk menutupi konsekuensi dari keputusan- keputusan manajer. Sementara itu Healy dan Wahlen (1999 ) mengatakan bahwa manajemen laba muncul ketika manajer menggunakan keputusan tertentu dalam pelaporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan keuangan  untuk menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kotrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporkan itu.
Penglolaan laba dapat dilakukakan dengan beberapa Teknik. Menurut Setiawati dan Na’im (2001) dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu : 1)    Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi. Melalui teknik tersebut, manajemen mempengaruhi laba melalui judgment (perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain. 2)    Mengubah metode akuntansi. Perubahan  metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh : merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus. 3)   Menggeser periode biaya atau pendapat, sebagai contoh : mempercepat/menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi berikutnya, mempercepat/ menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat/menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak dipakai.
Healy (1985) menyatakan bahwa ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendeteksi perilaku manajemen me-manage laba. Pertama, mengontrol jenis akrual, dimana akrual secara luas didefinisikan sebagai porsi item penerimaan dan pengeluaran (revenue and expenses) pada laporan laba-rugi yang tidak direpresentasikan oleh arus kas; dan kedua, perubahan kebijakan akuntansi. Selanjutnya, Healy (1985) menyatakan bahwa akrual diskresi digunakan sebagai proxy total akrual. Asumsi yang digunakan adalah akrual non-diskresi relatif kecil terhadap akrual diskresi, sehingga total akrual tinggi mengandung akrual diskresi tinggi Lebih lanjut Healy (1985) menjelaskan bahwa pengelolaan laba melalui kebijakan akrual dapat dideteksi dari empat items akrual yaitu: biaya amortisasi, peningkatan net accounts receivable, peningkatan inventory, dan penurunan accounts payble and accrual liabilities. Biaya amortisasi merupakan akrual non-diskresi, diasumsikan bahwa kebijakan mengenai amortisasi adalah given. Peningkatan piutang dagang diasumsikan berasal dari penurunan cadangan piutang (allowance for doubtful account) yang merupakan hasil dari estimasi yang kurang konservatif. Hal ini merupakan akrual diskresi, karena manajemen secara fleksibel dapat mengendalikan jumlah cadangan piutang tersebut; atau karena kebijakan kredit dan pencatatan saldo piutang pada awal dan akhir periode. Namun, jika peningkatan piutang disebabkan oleh peningkatan volume bisnis, maka akrual tersebut merupakan akrual non-diskresi
Beradasarkan uraian di atas, penulis menyoroti estimasi piutang tidak tertagih dan pengelolaan  laba sebagai isyu utama dalam artikel ini, sebab praktek pengelolaan  laba melalui penyesuaian estimasi piutang tidak tertagih yang dilakukan oleh perusahaan  perkreditan merupakan isyu yang menarik untuk dikaji. Teknik pengelolaan laba seperti ini adalah peluang emas bagi perusahaan perkreditan seperti BPR, Perusahaan pembiayaan dan Perusahaan yang bergerak di bidang penjualan secara kredit untuk menaikkan laba dan menurunkan laba dengan tujuan tertentu.

Metode Akuntansi Piutang Tidak Tertagih
Menurut (Kieso, 2007) ada 2 metode untuk mengakui piutang tak tertagih, yaitu :
1.        Metode Penghapusan Langsung (Direct Write-Off Method)  
Dengan metode ini, piutang tak tertagih diakui dan langsung dihapus (write-off) pada saat piutang dianggap sudah tidak bisa ditagih lagi. Pengakuan dilakukan dengan cara mengkredit akun ‘Piutang Dagang’ dan mendebit akun ‘Biaya Piutang Tak Tertagih’ di sisi lainnya (Kieso, 2007)
2.        Metode Pencadangan Piutang Tak Tertagih (Bad Debt Allowance Method) .
Prinsip kesesuaian (matching principle) memandatkan agar setiap biaya dapat dihubungkan langsung dengan pendapatannya. Sehingga, idealnya, biaya piutang tak tertagih mestinya juga dibebankan di periode yang sama saat pendapatan  diakui. Namun pada kenyataannya sulit sekali mengetahui pasti berapa besar piutang tidak tertagih. Denagan demikian untuk memudahkan perusahaan memprediksi piutang tidak tertagih maka perusahaan senantiasa membuat ‘Cadangan Piutang Tak Tertagih’.
3.         Metode Pencadangan Piutang Tak Tertagih (Bad Debt Allowance Method)
Ada dua pendekatan yang direkomendasikan oleh Akuntansi yang berlaku umum untuk menentukan besarnya cadangan piutang tak tertagih. Pertama, dengan menggunakan persentase yang diberlakukan secara tetap untuk setiap periode-nya (metode persentase penjualan). Kedua, dengan melaporkan nilai realisasi bersih piutang dalam neraca. (Kieso, 2007)
Pendekatan Persentase Penjualan
Dalam  menggunakan metode ini, perusahaan menetapkan besarnya persentase yang akan digunakan dalam perhitungan. Besarnya persentase ditentukan berdasarkan pengalaman perusahaan di periode-peride sebelumnya. Menentukan berapa besar persentase kerugian piutang, perusahaan juga dapat melakukan benchmarking, artinya perusahaan membandingkan datanya dengan perusahaan-perusahaan sejenis.

Pendekatan Persentase Piutang
Berdasarkan pengalaman masa lalu, perusahaan dapat mengestimasikan persentase piutang yang tidak akan dapat tertagih, tanpa mengidentifikasi piutang tertentu. prosedur  ini memberikan tingkat akurasi yang tinggi menyangkut nilai piutang yang dapat direalisasikan tetapi kelemahannya adalah tidak sesuai dengan prinsip penandingan biaya dan pendapatan. Jika menggunakan metode ini, maka perusahaan perlu membuat skedul/analisa umur piutang (Kieso, 2007).

Pengelolaan Laba melalui Estimasi Piutang Tak Tertagih dan Implikasi terhadap kualitas laporan keuangan.
Pengelolaan laba yang dilakukan oleh sebagian manajer perusahaan yaitu dengan memperkecil nilai piutang tidak tertagih, meskipun pada dasarnya perusahaan tersebut memiliki nilai piutang yang kemungkinan  besar  tidak dapat tertagih, namun manajer bertindak tidak kooperatif dan sengaja menggelembungkan laba. Sebagai ilustrasi : Suatu perusahaan mengajukan pinjaman ke Bank (Kreditor), kemudian pihak bank meminta laporan keuangan. Dalam neraca perusahaan terdapat saldo akun Piutang Dagang sebesar Rp. 500.000.000, maka Bank berasumsi bahwa perusahaan memiliki tagihan sebesar Rp. 500.000.000 kepada pihal luar yang dalam waktu dekat dapat ditagih. kemudian atas dasar itu, bank memberikan pinjam sebesar Rp. 400.000.000, padahal kenyataannya hanya Rp. 300.000.000 dari jumlah piutang dagang yang sesungguhnya dapat ditagih. Sedangkan sisanya tidak dapat ditagih, dikarenakan usia piutang sudah melebihi masa jatuh tempo, bahkan pelanggan tidak dapat dihubungi untuk ditagih. tindakan manajer tersebut dapat mendistorsi laporan laba rugi, sehingga yang nampak dalam laporan laba rugi adalah keuntungan “semu” yang tidak sesuai dengan kenyataanya. Demikian juga distorsi terhadap laporan neraca terjadi, sebab nilai piutang yang dilaporkan dalam neraca tidak mencerminkan nilai realisasi bersih piutang yang sesungguhnya. Dengan demikian praktek seperti itu akan dapat menurunkan kualitas laporan keuangan. Dan pada gilirannya perusahaan yang terbukti melakukan tindakan tersebut akan menurunkan kepercayaan investor atau kreditur terhadap perusahaan tersebut.
Menurut penulis, praktek  pengelolaan laba melalui penyesuaian estimasi piutang tak tertagih seyogyanya dihindari apabila perusahaan menginginkan  laporan keuangannya  handal, berkualitas dan dapat dijadikan rujukan dalam pengambilan keputusan yang tepat dan akurat. Untuk mewujudkan laporan keuangan yang berkualitas, penulis menyarankan agar perusahaan senantiasa menggunakan metode analisa umur piutang/persentase piutang dalam menetapkan cadangan kerugian piutang sehingga nilai piutang dalam dalam neraca menunjukkan nilai yang sesungguhnya demikian juga tingkat keuntungan yang dilaporkan dalam laporan laba rugi mencerminkan laba yang sesungguhnya, karena metode tersebut dalam penentuan beban piutang tidak tertagih memerlukan pertimbangan yang mendalam dan penuh kehati-hatian sehingga kecendrungan manajer untuk mengistimasi kerugian piutang untuk tujuan kepentingan pribadi dapat di dihindari. Berbeda dengan metode persentase penjualan, metode tersebut telah memberikan peluang kepada manajer untuk meminimalkan persentase estimasi kerugian piutang dengan tujuan meningkatkan laba, tanpa memperhitungkan dampak negatif yang akan terjadi terhadap keberlangsungan perusahaan. Metode persentase piutang akan menghasilkan penilaian piutang yang lebih akurat dalam neraca.

Simpulan
Berdasarkan uraian tersebut, Pengelolaan laba melalui penyesuaian atas estimasi kerugian piutang yang tidak proporsional maka akan berimplikasi pada laporan laba rugi  yang mencerminkan keuntungan “semu”, begitu juga dengan nilai bersih piutang yang disajikan dalam neraca akan menunjukkan besaran piutang yang tidak sesungguhnya atau akan menghasilkan penilaian piutang yang tidak akurat.
Pengelolaan laba yang dilakukan oleh sebagian manajer perusahaan yaitu dengan memperkecil nilai piutang tidak tertagih, meskipun pada dasarnya perusahaan tersebut memiliki nilai piutang yang kemungkinan  besar  tidak dapat tertagih, namun manajer bertindak tidak kooperatif dan sengaja menggelembungkan laba, maka tindakan yang demikian akan memberikan dampak negatif terhadap  kualitas laporan  keuangan perusahaan. Dan pada gilirannya akan menurunkan kepercayaan investor maupun kreditur untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut.
Sebagai akhir dari artikel ini, penulis menyimpulkan bahwa pengelolaan laba dengan menyesuaikan estimasi akuntansi khususnya estimasi piutang tidak tertagih, tidak dapat menggambarkan tingkat keuntungan dan nilai piutang yang sesungguhnya. Oleh karena itu, penulis menyarankan perusahaan senantiasa menggunakan metode analisa umur piutang/persentase piutang dalam menetapkan cadangan kerugian piutang dengan harapan pengelolaan laba melalui estimasi piutang dapat diminimalisir, karena metode tersebut dalam penentuan beban piutang tidak tertagih memerlukan pertimbangan yang mendalam dan penuh kehati-hatian, sehingga kecendrungan untuk memanipulasi keuntungan tidak terjadi.
Artikel ini memiliki keterbatasan kajian, yaitu tidak secara holistik menggambarkan bagaimana
praktek manajemen laba melalui estimasi akuntansi, karena tidak menyinggung estimasi estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud dan biaya garansi. Artikel ini juga belum bisa menjawab berapa besar pengaruh pengelolaan laba melalui estimasi kerugian piutang terhadap kualitas laporan keuangan. Oleh sebab itu perlu adanya kajian  lebih lanjut untuk memberikan gambaran secara utuh bagaimana praktek manajemen laba melalui estimasi akuntansi. Penulis juga berharap ada penelitian selanjtnya untuk mendaptkan bukti empiris  berapa besar pengaruh pengelolan  laba melalui estimasi  kerugiatan piutang terhadap kualitas laporan keuangan dan bagaimana pengaruhnya juga terhadap keputusan investor  dan kreditur dalam pengambilan keputusan. 

DAFTAR PUSTAKA

Beneish, M. D. 1997. Detecting GAAP Violation: Implications for Assessing Earnings Management Among Firms with Extreme Financial Performance. Journal of Accounting and Public Policy 16: 271-309.
Beneish, M.D. 2001. Earnings Management: A Perspective. Kelley School of Business, Indiana University.
Efraim, F.G. 2000. Teori Akuntansi Keuangan I, Serial, Soal, dan Solusi. STIE YKPN
Gul, F.A., Leung, S., and Srinidhi, B. 2003. Informative and Opportunistic Earning Manage Some Evidence on the Role of IOS, Department of Accountancy, City University of Hongkong.
Gumanti, T.A. 2000. Earnings Management: Suatu Telaah Pustaka, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.2 No.2 (104-115).
Habib, A. 2004. Impact of Earnings Management on Value-Relevance of Accounting Information: Empirical Evidence from Japan, Managerial Finance 30 (11).
Halim, Abdul. 2003. Akuntansi Keuangan Menengah, BPFE, Yogyakarta
Healy, P.M. 1985. The Effect of Bonus Schemes on Accounting Decisions. Journal of Accounting & Economics, April: 85 – 107.
Healy, Paul M. and J.M. Wahlen. 1999. A Review Of The Earnings Management Literature And Its Implications For Standard Setting. Accounting Horizons 13, 365-383.

Kusuma, Hendri. 2007.  Dampak Manajemen Laba terhadap Relevansi Informasi Akuntansi: Bukti Empiris dari Indonesia. Jurnal Ekonomi Akuntansi, Petra University
Schipper, K. 1989. Commentary on Earnings Management. Accounting Horizons 3: 91-102.
Sulistyanto, Sri. 2008. Manajemen Laba, Teori dan Model Empiris. PT. Grasindo. Jakarta.
Terry & Kieso, Alih Bahasa Emil Salim .2008. Akuntansi Intermediate, Edisi XII, Jilid ke 1. Penerbit Erlangga
Widodo Lo, Eko. 2005. Penjelasan Teori Prospek Terhadap Manajemen Laba.  Jurnal Akuntansi dan Manajemen. Vol. XVI. No. 1. April. STIE YKPN. Yogyakarta.
Setiawati, L dan Na`im A. 2000. Manajemen Laba, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 15 No. 4, Hal : 424 – 441.